Jakarta, 9 Oktober 2025 – Sementara pemberitaan sering berfokus pada triliunan rupiah uang yang disita dan pemblokiran situs, tragedi judi online (Judol) sesungguhnya adalah bencana sosial yang tengah menghancurkan fondasi keluarga dan masa depan generasi muda di Indonesia.
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencatat perputaran dana di Judol hingga ratusan bahkan ribuan triliun rupiah hanyalah puncak gunung es. Di bawahnya, terdapat fakta yang lebih mengkhawatirkan: peningkatan pemain Judol dari kelompok usia muda, bahkan anak-anak di bawah 17 tahun.
- Hilangnya Fokus Pendidikan: Anak-anak sekolah dasar hingga menengah yang terpapar Judol kehilangan minat pada pendidikan. Uang saku atau dana bantuan pendidikan berisiko dialihkan ke deposit judi, merusak pola pikir mereka bahwa kekayaan bisa didapatkan secara instan.
- Kriminalitas Keluarga: Banyak kasus sosial mencuat, mulai dari penipuan daring, pencurian uang orang tua, hingga tindakan bunuh diri, yang semuanya berakar dari desakan utang dan kekalahan dalam judi online.
Tragedi Judol semakin parah karena mayoritas pemainnya adalah masyarakat dari kelompok ekonomi menengah ke bawah dan berpendidikan rendah. Mereka menjadi target empuk karena memiliki literasi digital dan finansial yang minim.
Para pemain ini sering kali terjerat dalam ilusi kemudahan mencari uang. Alih-alih mendapatkan kekayaan, mereka justru kehilangan modal, terjerat pinjaman online (Pinjol) ilegal, dan berakhir dengan kehancuran rumah tangga. Judol secara efektif telah menjadi mesin pemiskian massal yang legalisasinya hanya tinggal menunggu server di luar negeri.
Penindakan hukum dan pemblokiran konten (seperti pengoperasian sistem SAMAN oleh Komdigi) memang penting, tetapi itu hanya bersifat reaktif. Untuk memutus rantai bencana sosial ini, diperlukan solusi yang bersifat fundamental dan preventif:
- Penguatan Literasi Digital Keluarga: Pemerintah, bersama tokoh masyarakat dan institusi pendidikan, perlu menggalakkan pendidikan kritis tentang bahaya Judol, bukan hanya di sekolah, tetapi di tingkat komunitas dan keluarga. Orang tua harus dibekali pengetahuan untuk mengawasi dan mendampingi penggunaan gawai anak.
- Peran Platform Digital: Harus ada tekanan lebih kuat kepada penyedia platform media sosial (lokal dan internasional) untuk secara proaktif menghapus iklan Judol. Algoritma harus direkayasa untuk melindungi pengguna, bukan malah memfasilitasi promosi judi.
- Pemberian Bantuan Psikologis: Korban kecanduan Judol perlu didekati sebagai orang yang sakit, bukan hanya pelaku kriminal. Ketersediaan layanan bantuan psikososial dan rehabilitasi yang mudah diakses menjadi krusial untuk memulihkan mereka yang terlanjur jatuh.
Judi online adalah tantangan follow-the-money di ranah digital. Jika masyarakat tidak dibentengi dengan pendidikan yang kuat, bandar akan selalu menemukan cara baru untuk menarik deposit, dan tragedi sosial akan terus berulang.