JAKARTA, 27 Oktober 2025 – Maraknya kasus Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) yang terjadi melalui media sosial dan platform digital mendorong para ahli hukum mendesak aparat penegak hukum untuk lebih aktif menerapkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), ketimbang hanya mengandalkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Desakan ini muncul mengingat UU ITE seringkali dianggap tidak cukup komprehensif dalam menjerat pelaku dan memberikan perlindungan serta pemulihan yang memadai bagi korban KSBE.
Pakar Hukum Pidana , menjelaskan bahwa UU TPKS secara spesifik mencakup KSBE, yang definisinya lebih luas dan fokus pada kerugian serta pemulihan korban.
“KSBE, seperti revenge porn, pengiriman konten seksual non-konsensual, hingga cyber grooming, seharusnya didakwa menggunakan UU TPKS. Pasal 14 dalam UU TPKS secara jelas mengatur tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik. UU ini memberikan sanksi pidana yang lebih berat dan, yang terpenting, menjamin hak restitusi dan pemulihan psikologis bagi korban,” ujarnya dalam seminar daring, Senin (27/10/2025).
Keunggulan UU TPKS atas UU ITE
Para ahli hukum menilai, ada beberapa keunggulan fundamental UU TPKS dibandingkan UU ITE dalam penanganan KSBE:
| Aspek | UU TPKS (Nomor 12 Tahun 2022) | UU ITE (Nomor 19 Tahun 2016) |
| Fokus Hukum | Fokus utama pada Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan kerugian yang diderita korban. | Fokus utama pada informasi/dokumen elektronik dan norma kesusilaan/pencemaran nama baik. |
| Sanksi | Ancaman pidana yang lebih berat, disesuaikan dengan derajat kerugian korban. | Sanksi seringkali hanya berfokus pada penyebaran konten. |
| Perlindungan Korban | Wajib mencakup hak restitusi, rehabilitasi, dan pencegahan korban dikriminalisasi. | Perlindungan korban dan pemulihan belum diatur secara spesifik. |
Desakan ini diharapkan dapat mendorong Kejaksaan dan Kepolisian untuk segera mengoptimalkan penerapan UU TPKS dalam kasus-kasus digital, guna memberikan keadilan yang lebih substantif bagi korban kekerasan seksual di ranah daring.








