KUPANG, 27 Oktober 2025 – Sidang perdana kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan tewasnya prajurit TNI Angkatan Darat (AD), Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23), telah digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang. Dalam persidangan yang menarik perhatian publik tersebut, Komandan Kompi (Danki) Lettu Inf. Rahmad didakwa oleh Oditur Militer karena diduga mengetahui, bahkan membiarkan, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah anggota junior dan seniornya terhadap korban.
Prada Lucky, yang bertugas di Batalion Teritorial Pembangunan (TP) 834 Waka Nga Mere Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), meninggal dunia pada 6 Agustus 2025 setelah menjalani perawatan intensif selama beberapa hari. Diduga, ia dianiaya selama berhari-hari oleh seniornya.
Oditur Militer dalam pembacaan dakwaannya mengungkapkan bahwa Lettu Inf. Rahmad, selaku atasan, gagal mencegah dan menghentikan penganiayaan yang terjadi di lingkungan kompinya. Bahkan, dakwaan mengindikasikan adanya unsur pembiaran.
“Terdakwa Lettu Inf. Rahmad didakwa melanggar hukum militer karena telah melakukan pembiaran terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh bawahan dan prajurit lain, yang berujung pada hilangnya nyawa korban, Prada Lucky Chepril Saputra Namo,” jelas Oditur Militer di hadapan Majelis Hakim, Senin (27/10/2025).
Dakwaan dan Respon Terdakwa
Lettu Rahmad dan total 22 anggota TNI lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Prada Lucky. Namun, sidang perdana hari ini mengagendakan dakwaan untuk Danki Rahmad.
Pasal yang Didakwa: Lettu Rahmad didakwa melanggar Pasal 126 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) tentang kelalaian seorang atasan dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Dakwaan ini diperkuat dengan fakta bahwa komandan seharusnya bertanggung jawab atas disiplin dan keselamatan anggotanya.
Usai mendengarkan dakwaan, Ketua Majelis Hakim, Mayor Chk Subiyatno, bertanya kepada Lettu Rahmad apakah ia keberatan atau tidak. Setelah berkonsultasi dengan penasihat hukumnya yang berasal dari Korem 161/Wira Sakti Kupang, Lettu Rahmad menyatakan tidak akan mengajukan keberatan (eksepsi).
“Siap, tidak keberatan,” ujar Rahmad, yang kemudian disusul keputusan Majelis Hakim untuk melanjutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi, termasuk kedua orang tua korban, untuk membuktikan dakwaan yang sangat serius ini.
Kasus ini menjadi sorotan luas karena menunjukkan adanya praktik kekerasan yang masih terjadi di lingkungan militer dan janji tegas dari Kodam IX/Udayana untuk menindak tegas serta memecat prajurit yang terbukti terlibat.








