BANDAR LAMPUNG, 27 Oktober 2025 – Pasca penetapan delapan orang tersangka dalam kasus kematian mahasiswa Universitas Lampung (Unila), Pratama Wijaya Kusuma (23), usai mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) Mahepel (Mahasiswa Ekonomi Pecinta Alam), desakan agar proses hukum berjalan tegas dan transparan semakin menguat.
Akademisi Hukum Pidana dari Universitas [Nama Universitas Fiktif], Dr. Benny Karya Limantara, S.H., M.H., menegaskan bahwa penegak hukum tidak boleh memberikan perlakuan istimewa kepada delapan tersangka, meskipun empat di antaranya berstatus mahasiswa aktif dan empat lainnya adalah alumni Unila.
“Tidak boleh ada perlakuan istimewa, apalagi dengan dalih status akademik. Semua pelaku harus diperlakukan sama di mata hukum. Praktik kekerasan dalam diksar, apalagi sampai menghilangkan nyawa, adalah pelanggaran moral, konstitusi, dan hukum pidana serius,” tegas Dr. Benny dalam keterangan pers, Senin (27/10/2025).
Kritik Terhadap Pasal yang Diterapkan
Hingga saat ini, Polda Lampung menjerat delapan tersangka dengan Pasal 351 Ayat (1) juncto Pasal 55 KUHP tentang dugaan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama, dengan ancaman hukuman maksimal 2 tahun 8 bulan penjara.
Dr. Benny mengkritik pasal yang digunakan tersebut dan mendesak penyidik agar mempertimbangkan pasal yang lebih berat yang sesuai dengan akibat fatal yang ditimbulkan oleh perbuatan para pelaku.
Desakan Penerapan Pasal Berlapis:
- Pasal 351 Ayat (3) KUHP: Penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Ancaman pidana maksimal 7 tahun penjara.
- Pasal 170 Ayat (2) ke-3 KUHP: Pengeroyokan secara bersama-sama yang menimbulkan kematian. Ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara.
- Pasal 338 KUHP: Pembunuhan (jika ditemukan unsur kesengajaan atau dolus eventualis, yakni kesadaran bahwa tindakannya dapat mengakibatkan kematian).
“Tindakan seperti menampar, menendang, bahkan menginjak punggung korban yang dilakukan secara bersama-sama dan berulang, tidak bisa hanya dihukum ringan. Aparat harus menggali nilai keadilan substantif yang berpihak pada korban dan keluarganya,” tutup Dr. Benny, menambahkan bahwa pihak kampus juga memiliki tanggung jawab sistemik atas kelalaian pengawasan kegiatan tersebut.








