BANDUNG, 6 November 2025 – Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) secara konsisten memantau dan mengapresiasi penanganan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru sekaligus pimpinan pondok pesantren berinisial HW terhadap 13 santriwati di Bandung.
Kasus ini menjadi sorotan nasional karena kekejaman dan dampaknya yang masif, di mana sembilan bayi lahir dari delapan korban akibat perbuatan pelaku yang berlangsung sejak tahun 2016 hingga 2021.
Sikap Komnas Perempuan Terkait Tuntutan Hukuman
Dalam perjalanan kasus ini, Komnas Perempuan menyampaikan apresiasi atas tuntutan hukuman maksimal yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan putusan yang dijatuhkan di tingkat pengadilan:
- Apresiasi Tuntutan Maksimal: Komnas Perempuan mengapresiasi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menjatuhkan hukuman mati serta pidana tambahan berupa kebiri kimia terhadap HW.
- Mendorong Pidana Seumur Hidup: Meskipun dalam beberapa pernyataan sikap (terutama pada tahap awal putusan) Komnas Perempuan menyoroti isu hukuman mati yang bersifat kontroversial dalam konteks hak asasi manusia, Komnas Perempuan secara tegas mendorong dan mengapresiasi vonis pidana penjara seumur hidup sebagai bentuk hukuman maksimal yang sebanding dengan penderitaan korban.
- Vonis Akhir Mahkamah Agung (MA): Setelah melalui proses banding hingga kasasi, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi HW dan memperkuat vonis hukuman mati yang telah dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung, mengoreksi putusan Pengadilan Negeri Bandung yang sebelumnya memvonis penjara seumur hidup.
Catatan Komnas Perempuan: Kasus ini dianggap sebagai bagian dari fenomena gunung es kekerasan seksual di lembaga pendidikan berbasis agama dan berasrama, yang diperparah oleh adanya relasi kekuasaan berlapis antara pelaku (selaku pemilik dan guru) dan korban.
Fokus Pemulihan dan Restitusi Korban
Selain pidana berat bagi pelaku, Komnas Perempuan juga mendesak pemenuhan hak-hak korban, terutama yang terkait dengan restitusi (ganti rugi) dan pemulihan:
- Restitusi: Pengadilan menghukum HW untuk membayar restitusi senilai total Rp300 juta kepada 13 korban, yang akan digunakan untuk memenuhi biaya hidup dan pendidikan anak-anak korban hingga dewasa.
- Relevansi UU TPKS: Putusan ini dinilai sejalan dengan amanat Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang disahkan pada tahun 2022, khususnya mengenai pemulihan dan restitusi bagi korban.
Komnas Perempuan menekankan bahwa kasus ini harus menjadi peringatan keras bagi semua pihak agar menjamin ruang aman, khususnya di lembaga pendidikan, dan memastikan setiap kejahatan seksual terhadap anak ditindak dengan hukuman seberat mungkin.








