JAKARTA, 6 November 2025 – Indonesia menghadapi ancaman serius di ruang siber. Global Anti Scam Alliance (GASA), bekerja sama dengan Mastercard dan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), merilis laporan mengejutkan bertajuk “State of Scams in Indonesia 2025” yang mengungkap kerugian fantastis akibat penipuan digital.
Dalam laporan tersebut, GASA mencatat total kerugian finansial yang diderita masyarakat Indonesia akibat berbagai modus penipuan digital mencapai angka Rp49 triliun dalam setahun terakhir. Jumlah ini menjadi kerugian terbesar yang pernah dicatat dan menunjukkan betapa masifnya kejahatan siber telah menggerogoti ekonomi digital nasional.
Mayoritas Warga Terpapar, Gen Z dan Milenial Paling Rentan
Data GASA menunjukkan bahwa masalah ini sudah menjadi risiko sistemik.
- Tingkat Paparan Tinggi: Dua dari tiga orang dewasa di Indonesia, atau sekitar 66 persen, mengaku pernah terpapar upaya penipuan digital dalam 12 bulan terakhir.
- Tingkat Korban: Sebanyak 35 persen dari mereka yang terpapar benar-benar menjadi korban, dengan kerugian rata-rata mencapai Rp1,7 juta per orang dalam setahun.
- Kelompok Rentan: Ironisnya, riset GASA menemukan bahwa kelompok yang paling rentan menjadi korban bukanlah mereka yang awam teknologi, melainkan Generasi Z dan Milenial. Kelompok usia yang paling aktif di dunia digital ini justru menjadi sasaran empuk para pelaku scam.
Modus Utama dan Ancaman Terhadap Kepercayaan Publik
Modus penipuan paling dominan yang digunakan para pelaku adalah melalui pesan langsung dan SMS, termasuk platform seperti WhatsApp dan Telegram.
Reski Damayanti, Ketua GASA Indonesia Chapter, menyebut bahwa penipuan digital kini telah menjadi ancaman sistemik yang jauh melampaui kerugian materi. “Penipuan digital mengikis kepercayaan publik, menguras keuangan masyarakat, dan mengancam keamanan konsumen setiap hari,” ujar Reski.
GASA menekankan bahwa perjuangan melawan penipuan ini bukan hanya tugas satu lembaga. Dibutuhkan kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, industri teknologi, dan masyarakat sipil untuk membangun sistem pencegahan yang lebih kuat, termasuk dengan dukungan teknologi canggih seperti Artificial Intelligence (AI) dan regulasi yang lebih jelas, agar kepercayaan masyarakat terhadap ruang digital dapat dipulihkan.








