Jakarta — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo baru-baru ini mengeluarkan surat telegram yang merombak sejumlah jabatan penting di lingkungan Bareskrim Polri. Mutasi ini melibatkan penempatan ulang para pejabat senior dan pengangkatan nama baru di posisi strategis, yang dinilai sebagai langkah untuk menyelaraskan kepolisian dengan kebijakan prioritas pemerintah pusat.
Langkah mutasi tersebut menarik perhatian publik karena dianggap sebagai sinyal perubahan nuansa di tubuh Polri. Beberapa pengamat menyebut bahwa pergantian pejabat bisa mencerminkan relasi baru antara institusi kepolisian, lembaga penegak hukum lainnya, dan kekuasaan eksekutif.
Sumber internal menyebut bahwa rotasi jabatan ditujukan agar kinerja personel tetap fresh dan agar tidak terjebak struktur lama yang berpotensi stagnan. Namun, sebagian pihak mengkhawatirkan bahwa mutasi besar bisa dimanfaatkan sebagai “alat politik” untuk memposisikan figur-figur tertentu yang lebih sejalan dengan kebijakan pemerintah.
Di sisi lain, DPR juga tengah bergerak cepat membahas perubahan terhadap Undang-Undang BUMN. Komisi VI DPR dan pemerintah dilaporkan sudah menyepakati poin-poin revisi, dan RUU tersebut akan dibawa ke paripurna dalam waktu dekat. Isu larangan rangkap jabatan komisaris dan restrukturisasi peran BUMN menjadi sorotan utama dalam revisi ini.
Selain itu, Presiden Prabowo juga dijadwalkan melakukan pertemuan bilateral dengan Raja Belanda, dalam upaya memperkuat kerja sama bilateral, khususnya di bidang ekonomi dan diplomasi. Kunjungan ini dianggap strategis bagi citra Indonesia sebagai negara yang makin aktif di arena internasional.
Dengan dinamika ini, para pengamat menyebut bahwa 2025 bisa menjadi tahun akselerasi dalam konteks politis: antara integrasi kebijakan, pergantian kader, dan konsolidasi kekuasaan. Bagaimanapun, rakyat akan terus memperhatikan apakah perubahan di balik layar tersebut akan memberi manfaat nyata bagi lembaga negara dan kualitas demokrasi.