JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) kembali menunjukkan perannya sebagai benteng terakhir penegakan hukum dengan membatalkan sejumlah putusan kontroversial dalam kasus tindak pidana perbankan dan penipuan kredit fiktif. Putusan MA tersebut secara tegas menganulir vonis lepas/bebas di tingkat pengadilan sebelumnya dan juga membatalkan vonis pidana 3 tahun yang dianggap tidak setimpal.
Aksi korektif ini menargetkan pelaku yang terlibat dalam skema kredit fiktif yang merugikan keuangan negara atau bank secara signifikan, khususnya yang melibatkan unsur pidana perbankan dan korupsi.
Pembatalan Vonis Lepas/Bebas
Dalam beberapa kasus yang menarik perhatian publik, Majelis Hakim Agung membatalkan vonis lepas (onslag van alle rechtsvervolging) atau vonis bebas (vrijspraak) yang sebelumnya dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama atau banding.
- Alasan MA: MA berpendapat bahwa putusan judex factie (hakim pengadilan sebelumnya) telah salah dalam menerapkan hukum atau keliru dalam mempertimbangkan fakta. MA menegaskan bahwa unsur-unsur pidana perbankan, seperti penyalahgunaan wewenang dan pemberian fasilitas kredit tanpa prosedur yang benar (kredit fiktif), telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan.
- Implikasi: Dengan dibatalkannya vonis lepas/bebas, terdakwa yang semula dapat menghirup udara bebas kini dinyatakan bersalah dan langsung dijatuhi hukuman pidana penjara. Contohnya, dalam kasus kredit BNI senilai Rp14 miliar, MA menganulir vonis bebas terhadap beberapa terdakwa dan menjatuhkan hukuman penjara 2,5 tahun.
Koreksi Vonis 3 Tahun Penjara
Selain membatalkan vonis lepas, MA juga diketahui melakukan koreksi terhadap vonis pidana yang dianggap terlalu ringan, seperti vonis 3 tahun penjara untuk kasus kredit fiktif dengan kerugian besar.
- Peningkatakan Sanksi: Dalam kasus-kasus tertentu, hukuman 3 tahun penjara dianggap tidak merefleksikan besarnya kerugian negara atau bank, serta dampak sistemik dari kejahatan perbankan. MA menggunakan kewenangannya untuk memperberat sanksi menjadi 4, 5, atau bahkan 7 tahun penjara, disertai dengan pidana denda yang substansial.
- Penegasan Hukum Perbankan: Putusan ini menjadi peringatan keras bagi para pegawai bank dan pihak swasta yang terlibat dalam sindikat kredit fiktif, bahwa kejahatan di sektor keuangan akan ditindak tegas dengan mempertimbangkan kerugian materiil dan hilangnya kepercayaan publik.
“Korupsi di lembaga keuangan bukan sekadar soal uang, tapi soal kepercayaan publik. Sekali kepercayaan itu hilang, akan sulit dikembalikan. Oleh karena itu, penerapan hukum harus tegas dan berkeadilan,” ujar salah satu pejabat Mahkamah Agung terkait putusan sejenis.
Putusan Mahkamah Agung ini memperkuat pesan bahwa integritas dalam sektor perbankan adalah hal yang mutlak dan setiap penyimpangan yang merugikan wajib dihukum setimpal.








