JAKARTA, 16 Oktober 2025 – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menyampaikan sorotan serius mengenai lokasi terjadinya tindak pidana persetubuhan terhadap anak. Data terbaru menunjukkan bahwa kasus persetubuhan anak paling banyak terjadi di lingkungan rumah korban sendiri, bahkan di rumah pelaku, yang sering kali adalah orang terdekat atau anggota keluarga.
Pernyataan ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat, khususnya orang tua, untuk meningkatkan kewaspadaan dan pengawasan terhadap lingkungan terdekat anak.
Angka Miris: Bahaya Mengintai dari Lingkungan Terdekat
Polri, melalui Divisi Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), mengungkapkan bahwa pemetaan lokasi kejadian membongkar mitos bahwa bahaya hanya mengintai di tempat asing atau dari orang tak dikenal (stranger).
- Lingkungan Paling Berisiko: Mayoritas kasus terjadi di dalam rumah korban, baik itu rumah tinggal korban, rumah pelaku (yang dikenal korban), atau tempat tinggal lain yang dianggap aman.
- Pelaku Mayoritas Dikenal: Pelaku kekerasan seksual, terutama persetubuhan, sering kali adalah orang-orang yang dikenal dan dipercaya oleh korban dan keluarga, seperti:
- Anggota keluarga (ayah tiri, paman, kakek).
- Tetangga.
- Pacar atau teman dekat.
- Guru atau pembimbing.
Fenomena ini menunjukkan adanya lingkaran kepercayaan yang disalahgunakan dan minimnya pengawasan serta komunikasi terbuka di dalam keluarga.
Imbauan dan Langkah Pencegahan untuk Orang Tua
Menanggapi data yang mengkhawatirkan ini, Polri meminta para orang tua dan wali untuk mengambil langkah-langkah proaktif:
- Bangun Komunikasi Terbuka: Orang tua harus menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman agar anak berani berbicara terbuka mengenai apapun yang mereka alami atau rasakan, tanpa takut dihakimi.
- Edukasi Seksual Sejak Dini (S Body Autonomy): Berikan pendidikan yang benar mengenai bagian tubuh privat (private parts) dan ajarkan anak untuk berkata “Tidak” jika ada orang yang menyentuh mereka dengan cara yang tidak nyaman atau tidak pantas, bahkan oleh anggota keluarga.
- Waspada Terhadap Perilaku Aneh: Perhatikan perubahan perilaku pada anak, seperti menjadi pendiam, mudah marah, takut berlebihan pada seseorang, atau mengalami masalah tidur. Perubahan ini bisa menjadi indikasi adanya pelecehan atau kekerasan.
- Batasan dengan Orang Terdekat: Tetapkan batasan yang jelas mengenai siapa saja yang boleh berinteraksi dengan anak di dalam rumah, dan pastikan tidak ada kesempatan anak berduaan dengan orang dewasa yang bukan orang tua inti tanpa pengawasan.
Polri menegaskan bahwa upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak harus dimulai dari benteng pertahanan terdekat, yaitu keluarga dan rumah itu sendiri.