JAKARTA, 20 OKTOBER 2025 – Hari Senin di Jakarta kembali menjadi hari yang penuh tantangan bagi para komuter. Berdasarkan laporan sistem pemantauan lalu lintas, sebanyak 63% ruas jalan utama dan arteri di Ibu Kota mengalami tingkat kepadatan tinggi selama jam sibuk, baik pagi maupun sore hari. Data ini menggarisbawahi masalah kronis kemacetan yang terus menghantui aktivitas perekonomian dan sosial di Jakarta.
Peningkatan volume kendaraan yang signifikan setelah akhir pekan, ditambah dengan aktivitas perkantoran dan sekolah yang serentak dimulai, menjadi faktor utama penyebab kemacetan parah ini.
Titik Krusial Kepadatan
Kepadatan lalu lintas terkonsentrasi di sejumlah titik yang merupakan urat nadi pergerakan Jakarta:
- Jalur Utara-Selatan: Ruas Jalan Sudirman-Thamrin mengalami peningkatan volume yang signifikan, terutama di persimpangan utama.
- Jalur Lingkar dan Akses Tol: Kepadatan parah terjadi di beberapa ruas jalan tol dalam kota dan jalan lingkar luar (JORR), khususnya di gerbang-gerbang tol utama pada jam keberangkatan dan kepulangan kerja.
- Wilayah Penyangga: Arus kendaraan dari kota-kota penyangga seperti Bekasi, Depok, dan Tangerang yang memasuki Jakarta juga menyebabkan penumpukan di jalan-jalan arteri dan perbatasan kota, termasuk kawasan Cawang, Tomang, dan Kalimalang.
Upaya Penanggulangan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pihak kepolisian terus berupaya mengurai kemacetan, meskipun hasilnya belum maksimal:
- Pengaturan Lampu Lalu Lintas: Petugas lalu lintas melakukan penyesuaian durasi lampu merah di persimpangan vital untuk memaksimalkan aliran kendaraan di jam sibuk.
- Operasi Contraflow: Penerapan sistem contraflow atau lawan arus diberlakukan di beberapa ruas tol dan arteri tertentu untuk memberikan jalur tambahan bagi kendaraan yang menuju pusat kota.
- Transportasi Publik: Peningkatan penggunaan transportasi publik seperti MRT, LRT, dan TransJakarta terus didorong sebagai solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada kendaraan pribadi.
Fenomena “Senin Penuh Tantangan” ini secara rutin terjadi, menandakan perlunya solusi transportasi yang lebih radikal dan terintegrasi untuk mengimbangi pertumbuhan jumlah penduduk dan kendaraan di Ibu Kota.








