PARIS, 21 OKTOBER 2025 – Pasca aksi perampokan spektakuler yang menggasak delapan perhiasan Kerajaan Prancis di Museum Louvre pada Minggu (19/10), para analis keamanan global menyoroti kelemahan sistem keamanan museum terbesar di dunia tersebut. Kritik tajam muncul, dengan beberapa ahli bahkan mengklaim bahwa mencuri harta tak ternilai di museum terkenal kini bisa jadi lebih mudah daripada merampok bank.
Menteri Kehakiman Prancis, Gerald Darmanin, sendiri secara terbuka mengakui kegagalan keamanan yang memungkinkan komplotan perampok profesional menyelesaikan aksinya dalam waktu kilat, hanya sekitar 4 hingga 7 menit.
Sorotan Utama Analis Keamanan
Analis keamanan menjelaskan beberapa faktor yang membuat Museum Louvre, meskipun menyimpan koleksi paling berharga di dunia, rentan terhadap serangan:
- Kelemahan Struktural dan Sumber Daya: Laporan Pengadilan Auditor Prancis (periode 2019-2024) telah menyoroti bahwa proyek peningkatan keamanan, termasuk pemasangan CCTV, mengalami penundaan terus-menerus. Selain itu, sebuah sumber serikat pekerja menyebutkan adanya pengurangan sekitar 200 posisi penuh waktu dalam 15 tahun terakhir, yang sangat menghambat tugas pengamanan.
- Memanfaatkan Renovasi: Pelaku memanfaatkan kondisi museum yang sedang memiliki area konstruksi/renovasi di dekat lokasi pencurian (Galeri Apollo). Pencuri diduga menggunakan truk bertangga (lift keranjang) untuk mengakses jendela museum yang terhubung ke galeri tempat perhiasan disimpan.
- Perbandingan dengan Bank: Analis berpendapat bahwa aset di bank modern terlindungi oleh sistem pertahanan berlapis, sedangkan museum bersejarah seringkali masih mengandalkan bangunan kuno, tenaga manusia yang terbatas, dan teknologi keamanan yang outdated, menjadikannya sasaran empuk.
Kerugian dan Tindak Lanjut
Dalam perampokan yang dianggap sebagai “penghinaan tak tertahankan bagi Prancis” oleh politisi oposisi ini, delapan perhiasan Kerajaan senilai puluhan juta Euro raib, termasuk kalung zamrud milik Permaisuri Marie-Louise (istri Napoleon I) dan Mahkota Ratu Hortense.
Presiden Emmanuel Macron telah berjanji bahwa Prancis akan memulihkan karya-karya tersebut dan menuntut para pelaku ke pengadilan. Saat ini, Polisi Paris memburu kelompok kejahatan terorganisir di balik aksi tersebut, sementara museum ditutup untuk penyelidikan.








