JAKARTA UTARA, 16 Oktober 2025 – Kasus kekerasan terhadap anak kembali mengguncang Ibu Kota. Seorang anak perempuan berinisial VI (12 tahun) ditemukan tewas mengenaskan di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Mirisnya, korban tewas di tangan tetangganya sendiri, MR (16 tahun), seorang remaja yang juga melakukan kekerasan seksual (rudapaksa) setelah membunuh korban.
Kasus ini menyoroti darurat kekerasan yang melibatkan anak-anak dan remaja, memicu sorotan tajam terhadap pengawasan lingkungan dan urgensi pendampingan psikologis.
Kronologi Tragis: Utang dan Amarah Berujung Petaka
Kapolres Metro Jakarta Utara menjelaskan bahwa tragedi ini berawal dari masalah yang tergolong sepele, namun berujung fatal.
- Modus Pemicu: Pelaku, MR (16), memanggil korban (VI) dengan iming-iming akan membelikan baju.
- Aksi Keji: Sesampainya di rumah pelaku, korban langsung dianiaya. Hasil penyelidikan menunjukkan pelaku membekap dan melilit korban dengan kabel hingga korban tewas karena kehabisan napas/lemas.
- Kekerasan Seksual: Setelah korban tewas, pelaku kemudian melakukan aksi rudapaksa terhadap jasad korban.
- Motif: Polisi mengungkap motif utama pelaku adalah amarah dan dendam karena ia ditagih utang oleh ibu korban. Kekesalan ini kemudian dilampiaskan kepada anak korban.
Pelaku yang berstatus remaja (Anak Berhadapan dengan Hukum/ABH) telah diamankan oleh pihak kepolisian dan dijerat dengan Pasal berlapis, termasuk pembunuhan berencana dan perlindungan anak.
Sorotan Terhadap Penanganan Kasus Anak
Tragedi ini sekali lagi menempatkan fokus pada penanganan hukum terhadap pelaku anak sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
- Pentingnya Asesmen Psikologis: Pihak berwajib dan lembaga terkait didorong untuk segera melakukan pemeriksaan psikologis forensik secara mendalam terhadap pelaku. Pemeriksaan ini krusial untuk:
- Menggali latar belakang kejiwaan pelaku dan faktor lingkungan yang memicu tindak kekerasan ekstrem.
- Menentukan langkah rehabilitasi yang tepat, mengingat pelaku masih di bawah umur.
- Peran KPAI dan Dinsos: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Dinas Sosial (Dinsos) didesak untuk memberikan pendampingan psikososial dan trauma healing intensif tidak hanya kepada keluarga korban, tetapi juga kepada masyarakat dan teman sebaya di lingkungan Cilincing untuk mencegah dampak trauma kolektif. Lembaga Perlindungan Anak harus memastikan hak-hak korban terpenuhi, dan proses hukum pelaku menjunjung tinggi prinsip perlindungan anak.
Kasus ini menjadi pukulan telak bagi upaya perlindungan anak di Jakarta, menggarisbawahi kegagalan sistem pengawasan sosial yang menyebabkan sengketa kecil berujung pada kejahatan berlapis yang memilukan.